Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) mendapat penghargaan Organisasi Masyarakat Award bidang pendidikan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Penghargaan berupa plakat dan piagam tersebut diserahkan langsung Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kepada Ketua YPSIM, Finche Kosmanto yang hadir mewakili Pendiri YPSIM, dr Sofyan Tan di Ballroom Hotel Redtop Jakarta, Selasa (6/11/2018).
Selain kepada YPSIM, dalam Forum Koordinasi Nasional Ormas dan Anugerah Ormas Award Tahun 2018 ini Kemendagri juga memberikan penghargaan kepada sejumlah ormas yang dinilai telah berkontribusi besar membantu pemerintah di bidang pemberdayaan perempuan, tata kelola pemerintahan, penggalangan bencana, kebudayaan, kesehatan, lingkungan hidup, bakti sepanjang hidup merawat ke-Indonesiaan dan penghargaan khusus.
Ketua YPSIM Finche Kosmanto mengaku bersyukur atas penghargaan yang diberikan pemerintah melalui Kemendagri kepada YPSIM. Dikatakan, apresiasi ini menjadi tambahan energi bagi YPSIM untuk terus berkarya mencetak generasi yang menghormati perbedaan melalui konsep pendidikan multikultural yang diterapkan di YPSIM sejak berdiri pada 1987. YPSIM didirikan dr Sofyan Tan yang kini duduk sebagai anggota Komisi X DPR RI.
Bagi YPSIM, penghargaan ini bukanlah yang pertama karena pada 2014 yayasan pendidikan yang berlokasi di Medan Sunggal, Kota Medan, ini juga pernah mendapatkan penghargaan tingkat nasional yaitu Maarif Award dan Anugerah Perduli Pendidikan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Kami menyampaikan terima kasih kepada pemerintah yang telah memberikan penghargaan kepada YPSIM melalui Kemendagri. Penghargaan ini tentunya menjadi tambahan energi baru bagi YPSIM untuk terus peduli kepada masyarakat khususnya anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa,” kata Finche usai menerima penghargaan.
“Bagaimana mengimplementasikan pendidikan multikultural yang digagas pendiri sekolah kami Dr Sofyan Tan, di dalam pembelajaran sehari-hari kepada anak didik,” imbuhnya.
Multikultural
Toleransi atau sikap menghormati perbedaan agama, suku dan ras memang masih menjadi persoalan yang dihadapi Indonesia hingga kini. Perbedaan masih disikapi dengan cara-cara yang intoleran. Menurut Finche, salah satu cara terbaik untuk mengubah sikap-sikap intoleran tersebut adalah lewat jalur pendidikan.
“Aksi-aksi intoleran yang terjadi memang sangat merisaukan terutama bagi kami keluarga pendidik. Tetapi kami tetap optimis dan percaya melalui pendidikan, itu semua bisa diubah,” ujar Finche.
“Jadi anak-anak dibiasakan sejak usia dini bahkan mulai dari tahap play group ditanamkan terus-menerus nilai pendidikan multikulturalnya. Bagaimana satu dengan yang lain bisa saling menghargai. Artinya kita boleh berbeda dari sisi agama, etnis dan suku, warna kulit maupun budaya. Tetapi kita adalah Indonesia. Kita adalah satu. Dengan itu kita berharap anak-anak bangsa tidak saling mempermasalahkan bahwa kita itu beda,” tambahnya.
Finche menambahkan, selain mengajarkan hal-hal yang bersifat akademik, sejak didirikan pada 25 Agustus 1987 di Medan Sunggal, YPSIM konsisten menerapkan pendidikan multikultural. Kepada seluruh siswa YPSIM mulai dari tingkat Pendidikan Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas serta Sekolah Menengah Kejuruan ditanamkan sikap toleransi terhadap perbedaan.
“Kami mulai dengan hal-hal sederhana untuk anak-anak sesuai dengan usianya. Kami juga sudah menerbitkan buku panduan berjudul Praktek Pendidikan Multikultural yang ditulis guru-guru kami sendiri. Setiap guru memasukkan nilai-nilai multikultural di dalam bidang studi yang diajarkan. Contohnya guru Biologi IPA ketika menjelaskan tentang makhluk hidup itu ada manusia, hewan dan tumbuhan. Nah, pada saat membahas tumbuhan, dijelaskanlah bahwa tumbuhan itu penghasil oksigen untuk semua manusia. Walaupun misalnya pohon mangga itu ditanam oleh seseorang beretnis Jawa tetapi oksigen yang dihasilkan tidak hanya untuk etnis Jawa. Tetapi bisa dihirup oleh semua manusia termasuk makhluk hidup lainnya,” tutur Finche.
“Kemudian setiap tahun secara rutin kami merayakan semua kegiatan keagamaan. Misalnya sekarang ini kami sedang mengadakan perayaan Deepavali, nanti ada acara Maulid kemudian perayaan Natal, Imlek, Isra Miraj. Semua siswa kami libatkan. Misalnya saat perayaan Natal, siswa-siswi yang tak beragama Kristen ikut membantu acara. Bisa dengan menyumbangkan lagu dan lain-lain. Hal-hal yang sederhana ini sangat penting sekali. Karena semua bermula dari pendidikan. Kalau anak-anak sudah diajarkan dan ditanamkan nilai-nilai multikultural sejak dia kecil, pastinya dia akan tumbuh besar dengan jiwa yang nasionalis, Pancasilais yang tidak membedakan satu dengan lainnya.”
Finche yakin didikan untuk menghormati perbedaan yang diterima para siswa selama mengenyam pendidikan di YPSIM mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA serta SMK pasti akan selalu tertanam dalam jiwa mereka, dan setelah mereka lulus dan melanjutkan studi ke tingkat universitas di luar YPSIM, mereka akan menjadi ‘lilin-lilin’ yang menerangi lingkungan di mana pun berada.
Comments