top of page
Gambar penulisYayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda

YPSIM Raih Penghargaan Ormas Award Bidang Pendidikan dari Kementerian Dalam Negeri

Diperbarui: 24 Agu 2023

Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) mendapat penghargaan Organisasi Masyarakat Award bidang pendidikan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Penghargaan berupa plakat dan piagam tersebut diserahkan langsung Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kepada Ketua YPSIM, Finche Kosmanto yang hadir mewakili Pendiri YPSIM, dr Sofyan Tan di Ballroom Hotel Redtop Jakarta, Selasa (6/11/2018).



Selain kepada YPSIM, dalam Forum Koordinasi Nasional Ormas dan Anugerah Ormas Award Tahun 2018 ini Kemendagri juga memberikan penghargaan kepada sejumlah ormas yang dinilai telah berkon­tribusi besar membantu pemerintah di bi­dang pemberdayaan perempuan, tata kelola pemerintahan, penggalangan bencana, kebudayaan, kesehatan, lingkungan hidup, bakti sepanjang hidup merawat ke-Indone­siaan dan penghargaan khusus.

Ketua YPSIM Finche Kosmanto menga­ku bersyukur atas penghargaan yang diberi­kan pemerintah melalui Kemendagri kepada YPSIM. Dikatakan, apresiasi ini menjadi tambahan energi bagi YPSIM untuk terus berkarya mencetak generasi yang menghor­mati perbedaan melalui konsep pendidikan multikultural yang diterapkan di YPSIM sejak berdiri pada 1987. YPSIM didirikan dr Sofyan Tan yang kini duduk sebagai anggota Komisi X DPR RI.

Bagi YPSIM, penghargaan ini bukanlah yang pertama karena pada 2014 yayasan pendidikan yang berlokasi di Medan Sunggal, Kota Medan, ini juga pernah mendapatkan penghargaan tingkat nasional yaitu Maarif Award dan Anugerah Perduli Pendidikan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Kami menyampaikan terima kasih kepada pemerintah yang telah memberikan penghargaan kepada YPSIM melalui Kemendagri. Penghargaan ini tentunya menjadi tambahan energi baru bagi YPSIM untuk terus peduli kepada masyarakat khususnya anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa,” kata Finche usai menerima penghargaan.


“Bagaimana mengimplementasikan pendidikan multikultural yang digagas pendiri sekolah kami Dr Sofyan Tan, di dalam pembelajaran sehari-hari kepada anak didik,” imbuhnya.

Multikultural


Toleransi atau sikap menghormati perbedaan agama, suku dan ras memang masih menjadi persoalan yang dihadapi Indonesia hingga kini. Per­bedaan masih disikapi de­ngan cara-cara yang into­leran. Menurut Finche, salah satu cara terbaik untuk me­ngu­bah sikap-sikap intoleran tersebut adalah lewat jalur pendidikan.

“Aksi-aksi intoleran yang terjadi memang sangat me­risaukan terutama bagi kami keluarga pendidik. Tetapi kami tetap optimis dan per­caya melalui pendidikan, itu semua bisa diubah,” ujar Finche.

“Jadi anak-anak dibiasa­kan sejak usia dini bahkan mulai dari tahap play group ditanamkan terus-menerus nilai pendidikan multi­kultu­ralnya. Bagaimana satu de­ngan yang lain bisa saling menghargai. Artinya kita boleh berbeda dari sisi aga­ma, etnis dan suku, warna kulit maupun budaya. Tetapi kita adalah Indonesia. Kita adalah satu. Dengan itu kita berharap anak-anak bangsa tidak saling memper­masa­lahkan bahwa kita itu beda,” tambahnya.


Finche menambahkan, selain menga­jarkan hal-hal yang bersifat akademik, sejak didirikan pada 25 Agustus 1987 di Medan Sunggal, YPSIM konsisten mene­rapkan pendidikan multikultural. Kepada seluruh siswa YPSIM mulai dari tingkat Pendidikan Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas serta Sekolah Menengah Kejuruan ditanamkan sikap toleransi terhadap perbedaan.


“Kami mulai dengan hal-hal sederhana untuk anak-anak sesuai dengan usianya. Kami juga sudah menerbitkan buku panduan berjudul Praktek Pendidikan Multikultural yang ditulis guru-guru kami sendiri. Setiap guru memasukkan nilai-nilai multikultural di dalam bidang studi yang diajarkan. Con­tohnya guru Biologi IPA ketika menjelaskan tentang makhluk hidup itu ada manusia, hewan dan tumbuhan. Nah, pada saat membahas tumbuhan, dijelaskanlah bahwa tumbuhan itu pengha­sil oksigen untuk semua manusia. Walau­pun misalnya pohon mangga itu ditanam oleh seseorang beretnis Jawa tetapi oksigen yang dihasilkan tidak hanya untuk etnis Jawa. Tetapi bisa dihirup oleh semua ma­nusia termasuk makhluk hidup lainnya,” tutur Finche.


“Kemudian setiap tahun secara rutin kami merayakan semua kegiatan keaga­maan. Misalnya sekarang ini kami sedang mengadakan perayaan Deepavali, nanti ada acara Maulid kemudian perayaan Natal, Imlek, Isra Miraj. Semua siswa kami libatkan. Misalnya saat perayaan Natal, siswa-siswi yang tak beragama Kristen ikut membantu acara. Bisa dengan menyum­bangkan lagu dan lain-lain. Hal-hal yang sederhana ini sangat penting sekali. Karena semua ber­mula dari pen­di­dikan. Kalau anak-anak su­dah diajarkan dan dita­nam­kan nilai-nilai multi­kultural sejak dia kecil, pastinya dia akan tumbuh besar dengan jiwa yang na­sio­nalis, Panca­silais yang tidak membe­dakan satu de­ngan lainnya.”

Finche yakin didikan un­tuk menghor­mati perbe­daan yang diterima para siswa selama mengenyam pen­didikan di YPSIM mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA serta SMK pasti akan selalu ter­ta­nam dalam jiwa mereka, dan setelah mereka lulus dan me­lanjutkan studi ke tingkat universitas di luar YPSIM, me­reka akan menjadi ‘lilin-lilin’ yang mene­rangi ling­kungan di mana pun berada.

4 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page