Buku "Merawat Keberagaman, Praksis Pendidikan Multikultural di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda", berangkat dari sebuah rasa gelisah. Saat bertemu, berbincang dan berdiskusi dengan beberapa tokoh pendidikan, birokrat, politisi, aktivis sosial atau diplomat yang berkunjung dan melihat pembelajaran pendidikan multikultural di Perguruan Sultan Iskandar, ujung percakapan senantiasa berakhir pada pertanyaan kurang lebih begini:
"Pak Sofyan, sekolah bapak sebenarnya sudah lama mempraktikkan pendidikan multikultural, namun sayang, Bapak tak menuangkan pengalaman tersebut dalam sebuah buku yang disertai dukungan teoretik!"
4 rumah ibadah di lingkungan Sultan Iskandar Muda: Vihara Prajna Paramita, Gereja Oikumene, Masjid Al Syarifah, Pura Shri Vighnesvara
Nukilan di atas dapat dibaca dalam Kata Pengantar yang ditulis pendiri sekaligus Dewan Pembina Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM), dr. Sofyan Tan. Komentar seperti ini diakuinya sudah berkali-kali didengarnya. Dan itu membuatnya gelisah. Namun seiring waktu, rasa gelisah itu berubah jadi tantangan. Ia ingin membuktikan bahwa YPSIM yang diiniiasi sejak 25 Agustus 1987, juga dapat memberi sumbangsih pikiran, konsep dan pelaksanaan pendidikan multikultural yang telah dipraktikkan puluhan tahun.
Ia lalu membentuk sebuah tim kecil. Terdiri atas guru, kepala sekolah dan staf yayasan yang telah lama mengikuti perjalanan sekolah ini. Hasilnya sebuah buku untuk pertama kali diterbitkan pada 2013, dan setahun setelah itu (2014) direvisi dan diterbitkan ulang sebagai "kado" untuk memeringati HUT RI ke-70 dan HUT YPSIM ke-28.
Buku “Merawat Keberagaman, Praksis Pendidikan Multikultural di Perguruan Sultan Iskandar Muda" meski terdiri atas 5 Bab, secara garis besar sebenarnya dibagi dalam 2 bagian besar. Bagian pertama membahas tentang landasan teoretik Penerapan Pendidikan Multikultural Dalam Pembelajaran, dan bagian kedua berisi praktik pengintegrasian nilai-nilai pendidikan multikultural atau pendidikan karakter ke dalam proses pembelajaran di setiap unit sekolah (PGTK, SD, SMP, SMA, SMK).
Dalam bagian kedua ini semisal kita dapat membaca bahwa lewat mata pelajaran Biologi, terutama saat membahas masalah golongan darah, guru dapat menyampaikan nilai-nilai pendidikan karakter kepada subjek didik. Semisal darah yang kita donorkan, diberikan kepada orang yang membutuhkan tanpa melihat apakah ada kesamaan etnis, suku atau agama dan identitas lainnya.
Nilai-nilai multikultural yang lebih diutamakan sebagai bahan pembelajaran dan diintegrasikan dalam mata pelajaran adalah nilai-nilai anti diskriminasi, pluralisme, kesetaraan gender dan nasionalisme. Namun hal ini tidak berarti nilai-nilai lain seperti kejujuran, religiusitas, demokrasi, ramah lingkungan dan nilai lain yang menjadi inti pendidikan karakter diabaikan.
Comentários